Welcome! It's all about me. . .

Minggu, 01 Januari 2012

Noda di Selembar Kertas Putih



Salah satu sudut rumah yang sangat sejuk dan nyaman adalah tempat favoritnya.  Angel duduk di akar pohon yang menembus tanah. Pandangannya yang lembut menyapu di setiap sudut rumah. Pagi itu cuaca cukup terang, tapi tak seterang jiwa Angel. Sinar matahari yang menembus dahan- dahan pohon pun menghangatkan hati oleh karena dinginnnya kenyataan hidup.  
“Ting tong!”, bel rumah Angel pun berbunyi. Tapi sepertinya sudah  ada yang membukakannya, jadi angel pun tetap terdiam di akar pohon itu. Angel berusaha mengatur nafasnya kembali.
“Angel.”, tiba-tiba ada suara yang memecahkan keheningannya. Tapi suara itu tak asing bagi angel. Kepalanya yang tertuduk pun tersentak dan memusatkan pandangan pada suara itu. Tak disangka Dona sudah bersandar di ambang pintu dan tersenyum melihat pandangan Angel yang nyaris tak bernyawa. Angel pun hanya bisa membalas dengan senyum palsu padanya.
“Hai, bagaimana kabarmu?’’, tanyanya dengan lembut.
“Jangan pernah sesali apa yang sudah terjadi. Ikhlaska saja, dia akan tenang disana, dia akan lebih bahagia disana jika melihat kau bisa tersenyum kembali.”, ujarnya yang sempat membuat nafas Angel behenti sejenak. Seperti biasanya Dona selalu datang menganggetkan Angel.
Entah tau dari mana semua kejadian yang menimpa Angel, tapi Angel pun tidak pernah peduli dengan semua itu. Sudah menjadi kebiasaan Dona mengucapkan kata-kata yang panjang sebelum Angel sempat menjawab pertanyaannya. Dona adalah sahabat terbaik Angel yang baru saja datang dari Australia. Memang ia berjanji untuk berlibur ke Indonesia, tapi Angel tidak menyangka ia datang pada saat Angel membutuhkannya.
“Seperti yang kau lihat dan kau tahu aku tidak begitu baik.”, jawab Angel sependek mungkin.
“Sudah berapa hari dia pergi?”
“1 minggu.”
“Oh…”, jawabnya yang baru pertama kali terdengar sependek itu. Dia berajak duduk di samping Angel. Mereka berdua sama-sama terdiam sejenak. Sampai akhirnya Dona pun yang memulai untuk berbicara lagi.
“Ternyata ada seseorang yang membuat sahabatku ini sampai terdiam seribu bahasa.”
Please!  Aku tidak bercanda dengan semua ini, aku sungguh menyesalinya.”
“Maafkan aku. Aku hanya ingin tahu bagaimana semuanya bisa terjadi. Aku tidak ingin sahabatku terpuruk dalam kesedihan.”, tanyanya yang sepertinya menyesali kata-katanya tadi. Walaupun Angel tahu, dia hanya berusaha untuk membuatnya tertawa. Begitulah Dona, hanya dia yang dapat membuat Angel tidak terlarut dalam kesedihan. Angel mulai menceritakan semuanya.

***
Di pagi yang cerah, matahari yang hangat menyambut kedatangan Angel ke kampus. Untuk pertama kalinya Angel datang ke kampus sendiri tanpa ada seseorang disampingnya. Ia merasa ada hilang saat itu. Tapi ia tetap mencoba menutupi semua kesedihannya dengan senyuman palsu.
“Pagi Angel !”, sapa Rhafel, dia adalah orang yang paling perhatian dengan Angel selain Dona. Dialah tempat menumpahkan segala isi hati Angel.
“Apa kabar?”
“Sedikit baik, sepertinya aku harus membuka lembaran baru dipagi yang cerah ini, ya kan?”, jawab Angel sedikit riang.
“Benar sekali, aku salut terhadap ketegaran hatimu ku berharap kau benar-benar membuka hidupmu lagi, karna Natan sepertinya sudah berubah.”, Angel tidak begitu mengerti apa yang dikatakannya.
Natah adalah seseorang yang membuat Angel harus membuka lembaran baru lagi. Hubungan antara Angel dan Natan sudah berakhir. Terlalu sulit bagi Angel dan terlalu mudah bagi Natan untuk melupankannya. Angel mendengar Natan saat itu sudah tidak sendiri lagi.
Satu bulan sudah berlalu sepertinya Angel pun belum bisa membuka halaman buku baru yang akan ditulis dengan segala kebahagiaan atau kesedihannya lagi. Ia sama sekali belum bisa melupakan sedikitpun kenangan-kenangan bersama Natan. Kali ini bukannya mendengar gossip sana sini tapi Angel melihat Natan telah menggandeng perempuan yang sepertinya Angel pernah melihat sebelumnya. Luka itu kembali menganga yang membuat air matanya tak dapat terbendung lagi.
“Angel.”, tiba-tiba ada suara yang lantang memanggil Angel dari belakang, sepertinya masih ada waktu untuk Angel menghapus air mata sebelum ia tepat disampingnya. Tangan Angel pun mulai beranjak menyentuh pipinya yang basah.  Dan air matanya pun mulai terhapus.
“Iya ada apa? Sepertinya kau tampak senang hari ini.”
“Kalau kau tidak keberatan maukah kau pergi denganku besok pagi? Aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang aku yakin akan membuatmu tersenyum. Tetapi jika kau tidak ada acara.”, dia berkata dengan semangat dan sepertinya tidak menyadari bahwa Angel baru saja menangis.
“Emm. . . .”, Angel berpikir dan memastikan tidak ada acara besok.
“Boleh kalau begitu, aku juga sedang suntuk di rumah.”, jawab Angel dengan senyum palsunya lagi.
Hari minggu pun Angel pergi dengan Rhafel. Ternyata dia membawa Angel ke gardu pandang yang membuat Angel dapat bernafas dengan releks untuk menghilangkan kepenatan. Angel terkesima dengan pemandangan disana. Suasana yang sejuk membuat obrolan mereka semakin panjang dan menyenangkan. Sampai obrolan kami terhenti oleh satu pertanyaan Rhafel yang membuat nafas Angel berhenti sejenak.
“Angel, maukah kau membuka lembaran baru denganku?”
“Lembaran baru?”, Angel mengucapkannya dengan spontan.
“Iya. . . , ada yang salah? Apakah aku membuatmu sedih lagi?”, tanya Rhafel yang menunjukan perhatiannya. Angel pun terdiam bagai manusia yang membeku di kutub utara. Udara dingin yang berhembus membuat Angel merinding. Jantungnya  berdegup kencang dan darahnya mengalir deras. Tanpa ia sadari, Angel menyetujui pertanyaan tadi. Entah apa yang ia rasakan, ia bingung dengan dirinya, mengapa Angel bisa menjawabnya dengan sempurna.
Dua minggu pun berjalan dengan baik-baik saja. Lembaran putih sudah ditulis dengan cerita-cerita manis Angel bersama Rhafel. Tapi hati kecil Angel berkata lain, ia tidak nyaman dengan perasaannya. Angel merasa seperti telah mempermainan sebuah hati yang suci. Sehabis Angel menyelesaikan mata kuliah, ia mencoba menumpahkan semua isi hatinya dengan salah satu teman sepermainannya. Dia adalah Fei. Mahasiswi yang mengambil jurusan psikolog ini membuatnya nyaman mencurahakan isi hati.
“Aku bingung Fei.”
“Kenapa? Ada masalah?”
“Sebenarnya tidak, tapi akhir-akhir ini aku bingung dengan perasaanku.”, Angel mencoba menjelaskan semuanya.
“Perasaan apa? Aku belum mengerti?”, wajah Fei yang bingung membuat Angel untuk mengucapakan sederet kata-kata.
“Sebenarnya perasaan apa ini? Perasaan yang benar-benar tulus atau hanya perasaan agar aku dapat melupakan Natan? Aku bingung.”, Angel mengucapkan kegelisahan hatinya. Dan ia akhirnya mengakui bahwa ia tidak tulus mencintai Rhafel.
Tidak lama setelah hari itu, Angel mendapat kabar bahwa Rhafel tidak masuk kuliah tanpa sepengetahuannya. Ia tidak mengerti apa-apa termasuk anak yang pemalas. Kepala Angel penuh dengan pertanyaan yang tak terjawabkan.
Angel mencoba pergi ke rumah Rhafel untuk mencarinya. Di rumah yang lumayan mewah itu seperti tidak ada tanda kehidupan. Tapi akhirnya ada seseorang yang keluar dari pintu rumah. Seseorang yang bertampak sederhana itu memberi tahu bahwa semua anggota di rumah itu ada di rumah sakit ternama di kota tempat Angel tinggal. Dan ternyata Rhafel mengidap kanker otak. Dunia ini seperti berputar setelah Angel mengetahuinya, ia mencoba berdiri sekuat mungkin agar ia tidak terjatuh.
Saat itu juga Angel langsung bergegas ke rumah sakit yang disebut oleh pembantu Rhafel tadi. Angel berjalan mondar-mondir untuk mencari kamar Rhafel dan akhirnya ia melihat seseorang yang tidak asing baginya. Orang itu berdiri tepat di kamar yang akan Angel tuju. Tidak lain dan tidak bukan orang itu adalah kakak Rhafel. Tanpa basa-basi apapun Angel langssung mendesak dengan beribu-ribu pertanyaan. Mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa Angel tidak mengetahuinya? Dia tidak menjelaskan apapun dan hanya menyodorkan sebuah buku kusam kepada Angel.
“Mungkin buku ini yang akan menjawab semua pertanyaanmu.”, jelasnya sambil meneteskan air mata. Angel berjalan menuju kursi yang tak jauh dari situ. Ia mencoba mengatur nafasnya kembali dan melihat semua isi buku itu. Buku yang penuh dengan foto-foto Angel yang tidak sadar kamera. Entah bagaimana caranya ia dapat mengambil segala sisi kehidupan Angel tanpa disadarinya. Angel tidak sadar pula telah meneteskan air mata.
“Terakhir dia bercerita bahwa dia mendengar semua curahan isi hatimu yang kau ceritakan dengan temanmu. Kau bingung dengan perasaanmu?”, tidak disadari kakak Rhafel telah duduk sempurna di samping Angel. Perkataanyan membuat Angel semakin tidak bisa membendung air matanya lagi.
“Dia  tidak pernah mau berobat, dia takut kehilanganmu. Salah satu jalan agar dia sembuh adalah dengan kemoterapi. Tetapi terapi itu membuatnya kehilangan rambut, jadi dia tidak pernah mau. Berdoa dan berpasrah pada yang di atas adalah jalan satu-satunya yang dia lalukan. Dia sudah memperhatikanmu sejak pertama kali masuk kuliah. Dia takut kau malah menghindarinya ,jika kau tahu apa yang sedang dideritanya. Dia mengidap kanker otak sudah semenjak SMP, tapi saat itu belum terlalu parah.”, suaranya yang menyayat hati itu hanya membuat air mata Angel terus terjatuh. Haruskah Angel menulis cerita kesedihannya kembali?
Dua minggu sudah Rhafel tidak sadarkan diri. Angel yang terbalut kain hijau diseluruh tubuhnya mencoba masuk ke ICU hari itu. Ia duduk di sebelah Rhafel yang terbaring tak berdaya. Lagi-lagi air mata Angel menetes, karena kertas putihnya telah ternoda dengan perbuatannya sendiri. Tatapan Angel penuh harapan di wajah Rhafel. Berharap dia bangun saat itu. Tangan Angel disatukannya dengan erat dan mengucapkan harapan-harapan yang terbaik untuk Rhafel kepada Tuhan.
Sepertinya Tuhan tak jauh dari Angel, karna secepat itu Dia mengabulkan doanya. Tangan Rhafel mulai bergerak, matanya mulai terbuka dan menerawang kamar rumah sakit itu. Mulutnya pun mulai tergerak yang seakan ingin mengucapkan sesuatu. Ternyata benar, dia mengucapkan sepatah dua patah kata.
“Aku takkan pernah menyesali atas perbuatanku dan jangan pula kau merasa bersalah atas semua yang kau lakukan. Aku akan merasa sangat bersalah jika tidak dapat membuatmu tersenyum kembali. Sekarang tutuplah lembaran putih yang baru bersamaku dan bukalah lembaran putih yang baru bersama orang yang benar-benar tulus kau cintai dam mencintaimu.”, itulah kata-kata terakhirnya. Angel tak sempat berbicara apapun dan hanya memperlihatkan senyumnya pada Rhafel, lalu ia menutup mata untuk selamanya.

***

Tidak terasa mata Angel sudah bengkak dan tidak terasa pula Dona meneteskan air mata untuk yang pertama kalinya. Udara saat itu sudah tidak sesegar pagi tadi, mereka memutuskan untuk duduk di teras rumah. Dona pun mulai berbicara lagi setelah Angel menceritakan semuanya.
“Kau tahu, jika kau tidak tersenyum lagi dia akan lebih sedih dari pada kau saat ini?”, tanyanya yang menyadarkan Angel dan membuatnya tersenyum indah.
“Sebenarnya selama kau hidup, selam itulah kau belajar, belajar mengenai kehidupan tentunya. Dan yang tlah berlalu akan membuat pengalaman, pengalaman yang akan membawa kebahagiaan dimasa depan.”, kebiasaan Dona telah dilakukannya lagi, dia mampu membuat Angel tersenyum selebar mungkin dan menghapus air matanya.
Angel berjanji mulai saat ini ia akan tersenyum menyapa dunia dan Angel akan membuka selembar kertas putih yang baru yang akan ditulis dengan cerita-cerita indahnya kembali.
Oleh
deciendig





Tidak ada komentar:

Posting Komentar